Selasa, 15 Maret 2011

Asal Usul Nama Candi Borobudur

Hai,
History education kali ini,aku bakal kasih informasi tentang asal usul nama candi borobudur.Let's see..

 Nama aslinya “Dasabhumi Sambhara Budara” yang berarti “Bukit Sepuluh Tingkatan Kerohanian”, yang disingkat menjadi Sambhara Budara, lalu Bharabudara dan dengan logat Jawa menjadi Borobudur.
   Borobudur menghadap ke arah Timur dan didirikan di atas bukit pada tahun 826, prasastinya dikeluarkan pada tahun 824.
   Pembuatannya dipercayakan kepada seorang arsitek dari India bernama Gunadharma. Dahulu kala,Borobudur seluruhnya dicat putih dan berada di tengah-tengah
                                                                        sebuah danau.
  Borobudur berukuran 123 X 123 m.; tinggi aslinya 42 m. (ujungnya telah patah ± 8 m.) dan terdiri atas empat bagian:
  1. alas bawah
  2. 5 (lima) lapis lingkaran persegi yang berlekuk sehingga berbentuk segi 20.
  3. 3 (tiga) lapis lingkaran bundar
  4. 1 (satu) stupa besar di tengah-tengah.
   Kesemuanya ini melambangkan “Dasa Bhumi” atau 10 (sepuluh) Kesempurnaan (Paramita) yang harus dimiliki oleh seorang Bodhisatva untuk dapat menjadi Buddha.
   Lapisan-lapisan yang berbentuk segi 20 diberi serambi, sehingga merupakan lorong-lorong. Dinding serambi-serambi ini, baik di bagian luar maupun di bagian dalam diberi relief-relief (gambar-gambar pahatan) yang mengkisahkan cerita-cerita tertentu. Pada dinding dalam dari lorong pertama terdapat relief-relief tentang riwayat Buddha Gautama berdasarkan naskah “Lalita Vistara”.
 Pada dinding luarnya terdapat cerita tentang kelahiran             Pangeran Siddharta sebagai Bodhisatva menurut kitab “Jatakumala”.
   Pada lorong yang lain terdapat cerita tentang para Bodhisatva lain dari kitab “Gandavyuha”; sedang di kaki candi yang tertutup terdapat lukisan-lukisan yang berhubungan dengan hukum Karma dari kitab “Karma Vibhanga”.
   Dari lapisan pertama sampai keempat terdapat patung-patung Dhyani Buddha (masing-masing 92 buah), yaitu:
  1. menghadap ke Timur: Aksobya dengan mudra “Bhumisparsa” (menunjuk bumi sebagai saksi).
  2. menghadap ke Selatan: Ratnasambhava dengan mudra “Vara” atau “Varada” (memberi anugerah).
  3. menghadap ke Barat: Amitabha dengan mudra “Dhyana” (meditasi).
  4. menghadap ke Utara: Amogasidhi dengan mudra “Abhaya” (jangan takut).
   Pada baris kelima menghadap keempat jurusan terdapat 64 buah patung dari Dhyani Buddha Vairocana dengan mudra “Vitarka” (meyakinkan).
   Pada lingkaran bundar yang terdiri dari 3 lapisan terdapat 72 buah patung Vajrasatva dengan Dharmacakra-mudra dalam stupa-stupa yang dindingnya berlubang. Lubang-lubang stupa pada lapisan kesatu dan kedua (masing-masing 32 buah 24 buah) berbentuk “belah ketupat” sebagai lambang “masih belum dalam keseimbangan sempurna”; pada lapisan ketiga lubangnya berbentuk persegi sebagai lambang “mantap dalam keseimbangan”.
   Jumlah patung yang terdapat di Borobudur ialah 368 + 64 + 72 = 504 buah.Dinding stupa besar ditengah-tengah tidak tembus dan di dalamnya terdapat rongga yang sekarang kosong, yang mungkin sekali dahulu tempat menyimpan relik Sang Buddha.
   Ketiga candi di atas setelah selesai, dikeramatkan oleh Puteri dari Raja Samarottungga, yaitu Rajaputri Pramodawardhani pada tahun 843 (prasasti tahun 840). Dari akhir abad ke-15 selama lebih dari 300 tahun lamanya Borobudur ditelantarkan.

Usaha-usaha menyelamatkan candi Borobudur

   Pada tahun 1814, Raffles menerima laporan bahwa ada peninggalan purbakala di desa Bumisegoro bernama Borobudur. Pada tahun 1815 atas perintah Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stanford Raffles, opsir zeni Ir. H.C. Cornelius memimpin pembersihan wajah candi yang masih disebut-sebut dalam “Babad Tanah Jawa” seabad sebelumnya. Lebih dari 200 orang penduduk dipaksa kerja rodi selama 45 hari menebang pohon, membabat dan membakar belukar serta mengelupas tanah yang sudah menyelimuti candi yang kakinya sudah terbenam 10 meter ke dalam tanah.
   Lalu Borobudur pun terjaga dari tidurnya yang pulas kira-kira 3 abad lamanya. Sayang Raffles tidak dapat meneruskan usahanya karena sudah harus pergi dari Indonesia.
   Pada tahun 1835 pekerjaan untuk menyelamatkan candi Borobudur baru dapat dilanjutkan kembali. Seorang seniman Jerman, A. Shaefer, pada tahun tersebut untuk pertama kalinya mengabadikan Borobudur di atas celluloid. Ada 5.000 foto yang telah dibuatnya, yang kemudian dilanjutkan dengan penggambaran relief-reliefnya di atas kertas oleh F.C. Wilson dan Schonberg Mulder, dari tahun 1849 s/d tahun 1953.
   Pada tahun 1873 monografi pertama tentang Borubudur diterbitkan oleh Museum Purbakala Leiden, Negeri Belanda. Pada tahun itu pula seorang ahli potret kenamaan, I. van Kinsbergen diberi tugas untuk memperbaharui potret-potret Borobudur. Karena sangat telitinya kerja I. van Kinsbergen (dia sendiri ikut membersihkan sudut-sudut candi), 200 relief yang selama ini terpendam dalam tanah ikut tersingkap.
   Pada tahun 1885 kaki candi yang ditelan bumi itu “ditemukan” oleh J.W. Ijzerman. Ternyata di belakang kaki candi yang nampak masih ada lagi kaki candi lain yang dihiasi pahatan relief. Kaki yang tersembunyi ini diabadikan oleh Cephas selama setahun (1890-1891), yang untuk itu 12.500 meter kubik batu dipindahkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Penemuan ini penting artinya, yang disebut “Kamadhatu” (lingkaran hawa nafsu) yang sebelumnya tersembunyi dari pandangan mata. Seratus enam puluh panel dalam lingkaran “Hawa Nafsu” itu menggambarkan ajaran Karma (Hukum sebab dan akibat setiap perbuatan baik dan buruk), sebagaimana tertera dalam kitab “Karma-vibhanga”.
Pada tahun 1834 Residen Kedu melakukan pemugaran secara tambal-sulam dan memerintahkan pembersihan lebih lanjut agar wajah candi kelihatan lebih cantik. Batu-batu yang berserakan di sekeliling candi disingkirkan ke kaki bukit, sedangkan stupa-stupanya dibenarkan letaknya.

Pada tahun 1844 stupa induknya diperbaiki, namun ia pun melakukan perbuatan yang merusak, yaitu :
  1. di atas candi Borobudur diberi bangunan bambu sebagai tempat para pembesar Belanda dan nyonya mereka minum teh dengan santai sambil menikmati panorama senja tatkala sang surya berpamitan dengan seisi bumi.
  2. tatkala seorang Raja Siam (Thailand) datang pada pertengahan abad ke 19, Residen Kedu menghadiahkan kepada Beliau delapan gerobak batu-batu candi Borobudur dan lima puluh relief, di samping lima patung Sang Buddha sendiri, dua patung singa penjaga candi, satu pancuran berwujud “Makara” (kepala gajah bertanduk kambing, bertelinga kerbau dengan singa mini di dalam moncongnya), sejumlah kepala “kala” (raksasa dan ‘dewa waktu’ dalam mitologi Jawa) dari pangkal tangga dan gapura, serta sebuah patung raksasa dari bukit sebelah Barat-Laut candi Borobudur.
   Hampir saja pengrusakan elemen-elemen Borobudur itu makin menjadi-jadi, ketika para ahli di negeri Belanda mengusulkan agar relief-reliefnya dipindahkan saja ke Museum Leiden, mengingat kondisi candi yang semakin rusak. Untunglah gagasan itu ditentang oleh kalangan ahli sendiri, sehingga tidak jadi dilaksanakan.
Pada tahun 1900 setelah dokumentasi dan penelitian dianggap memadai, oleh Pemerintah Belanda dibentuk panitia khusus untuk pemugaran Borobudur yang diketuai oleh Dr. J.L.A. Brandes.
   Seperti halnya operasi pertama pada zaman Raffles, kembali seorang opzir zeni, Letnan Ir. Th. van Erp memainkan peranan utama sebagai penyelamat candi Borobudur.
Ada tiga hal yang dibebankan kepada Ir. van Erp dalam usaha menyelamatkan Borobudur:
  1. menanggulangi bahaya runtuh dengan cara memperkokoh sudut-sudut bangunannya, menegakkan kembali dinding-dinding yang miring pada teras (tingkat) pertama, serta memperbaiki gapura, relung dan stupa, termasuk stupa induk.
  2. mengekalkan keadaan yang sudah diperbaiki itu dengan pengawasan yang ketat dan pemeliharaan yang cermat. Untuk itu saluran airnya perlu disempurnakan dengan jalan memperbaiki lantai lorong dan pancuran air.
  3. memperlihatkan bangunan candi sejelas-jelasnya, bersih dan utuh.
   Seluruh pekerjaan pemugaran yang dimulai pada tahun 1907 baru selesai empat tahun kemudian dengan menelan biaya 100.000 gulden.
   Ir. van Erp pun telah membuat satu “warning-system” (petunjuk pengaman), yakni lapisan beton pengaman di antara 2 buah batu pada bagian dinding yang paling miring di sebelah Barat, tangga Utara tingkat pertama. Bilamana sambungan itu patah, maka Borobudur berada dalam keadaan bahaya.
   Pada bulan Januari 1926 dapat diketahui adanya kerusakan yang disengaja oleh turis asing yang ingin menyimpan tanda mata dari Borobudur. Peristiwa ini menjadi pendorong bagi penelitian yang lebih intensif terhadap batu-batu dan terutama relief-relief candi. Nyatanya banyak relief yang menampakkan tanda-tanda retak. Tangan jahil? Bukan! Setelah diamati dan dibanding-bandingkan kiri kanan, ternyata bukan karena tangan jahil, melainkan karena suhu yang sangat cepat berganti; dari panas yang menyengat kemudian disusul hujan terus-menerus. Ternyata dari 120 panel relief “Lalita Vistara” yang menceritakan riwayat Sang Buddha sejak direncanakan lahir di sorga Tusita sampai khotbahnya yang kesohor di Benares, ada 40 yang rusak.
   Pada tahun 1929 dibentuk panitia baru untuk melakukan pengamatan dan pengamanan. Dari hasil penyelidikan panitia, diketahuilah penyebab kerusakan, yakni: korosi kimiawi, kerja mekanis dan kekuatan tekanan.
   Korosi disebabkan oleh pengaruh iklim yang merusak batu-batu candi yang jelek kwalitasnya. Lapisan oker kuning yang dulunya dimaksudkan meratakan warna relief untuk keperluan pemotretan, ternyata berhasil melindungi batu-batu yang keras. Tetapi terhadap batu-batu yang lunak akibatnya jadi lain, yaitu pengelupasan. Cendawan dan lumut terang menambah korosi pula. Namun, sebab pokok korosi yang paling sadis adalah derasnya air yang merembes ke luar bangunan candi melalui celah-celah dan pori-pori batu-batuan candi itu sendiri.
Adapun kerusakan mekanis terutama disebabkan oleh tangan dan kaki manusia atau penyebab lainnya di luar candi.
Kerusakan lain ialah, karena tekanan bobot batu-batuan candi itu sendiri.
   Pada tahun 1965 atas prakarsa Menteri P & K, Ny. Artati M. Sudirdjo S.H., maka untuk mencegah kerusakan yang lebih fatal, telah dilakukan pembongkaran atas dinding-dinding Utara dan Barat yang miring oleh Dr. R. Soekmono.
  Pada tahun 1967 Dr. R. Soekmono ketika mengikuti Kongres Orientalis International di Ann Arbor (AS) minta perhatian kongres atas nasib Borobudur. Unesco tertarik pada nasib Borobudur dan berjanji untuk memberi bantuan.
   Pada tahun 1968 Pemerintah RI membentuk Panitia Nasional Penyelamat Borobudur dan beberapa ahli luar negeri dihubungi, a.l.:
  1. Prof. C. Voute, ahli geologi kenamaan.
  2. Dr. G. Hyvert, ahli pengawetan patung dan relief
  3. Prof. Bernard Philipe Groslier, arkeolog Prancis kenamaan yang namanya tidak dapat dipisahkan dari penyelamatan candi Angkor di Kamboja.
   Pada bulan Juni 1971 Panitia Pemugaran Borobudur dibentuk dengan diketuai oleh Prof. Ir. R. Roosseno didampingi oleh Dr. R. Soekmono. Pada tahun ini pula Dirjen Unesco, Rene Maheu datang ke Indonesia untuk menandatangani bantuan Unesco sebesar US $ 6 juta dari biaya pemugaran yang diperkirakan US $ 7,75 juta, (menurut perkiraan tahun 1975 biaya tersebut telah membubung sampai US $ 16 juta).
Pada tanggal 11 Agustus 1973 Borobudur mulai dipugar dengan mengikut-sertakan ahli-ahli dari Unesco, Lembaga Purbakala, Fak. Sastra UI, Dept. Geologi ITB dan Fak. Teknik & Pertanian UGM.
Menurut perkiraan, pemugaran Borobudur akan memakan waktu 8 tahun.

Keterangan relief-relief tentang riwayat Buddha Gautama menurut naskah “Lalita Vistara”.



Dapat dilihat di lorong pertama (bagian Rupadhatu) pada dinding sebelah dalam
Dari pintu Timur sampai ke pintu Selatan
  1. Sang Bodhisatva di sorga Tusita sedang menerima penghormatan dari para dewa dengan berbagai alat musik.
  2. Sang Bodhisatva memberitahukan para dewa tentang keinginannya turun ke dunia menjadi Buddha dan untuk memberi bimbingan kepada mereka yang telah tersesat dan menolong mereka ke Jalan Yang Benar.
  3. Seorang Brahmana mengajar para muridnya tentang kebijaksanaan duniawi dan memberitahukan kepada mereka bahwa dua belas tahun kemudian akan turun ke dunia se-Orang Buddha yang akan membebaskan umat manusia dari Samsara (lingkaran tumimbal-lahir).
  4. Para Pratyeka Buddha, setelah mendengar tentang akan turunnya Bodhisatva ke dunia terbang ke sorga untuk menyambut dan mengiringinya.
  5. Sang Bodhisatva mengajar para dewa tentang Dhamma.
  6. Sebelum Sang Bodhisatva turun ke dunia, terlebih dulu Beliau menyerahkan Mahkotanya (Tyara) kepada penggantinya, yaitu Bodhisatva Maitreya.
  7. Bodhisatva Maitreya mengajar Dharma kepada para dewa.
  8. Raja Suddhodana bersukia cita dengan permaisurinya, Ratu Maya Dewi, di istana Kapilavastu.
  9. Para bidadari mengunjungi Ratu Maya Dewi di istana.
  10. Para dewa mempersiapkan diri untuk mengiringi Sang Bodhisatva turun ke dunia.
  11. Dihormati untuk terakhir kali di sorga Tusita sebelum Sang Bodhisatva turun ke dunia.
  12. Di pavilyun Sri Garbha, Sang Bodhisatva duduk bermeditasi dan selanjutnya turun ke dunia diusung oleh para dewa.
  13. Ratu Maya Dewi, sewaktu tidur di istana, bermimpi seekor gajah putih memasuki perutnya dan kemudian Ratu menjadi hamil.
  14. Sang Ratu tidak usah kuatir karena Dewa Cakra melindunginya.
  15. Sang Ratu pergi ke taman Asoka untuk menemui Raja Suddhodana.
  16. Raja Suddhodana tiba di taman Asoka dengan menunggang gajah.
  17. Raja Suddhodana berjumpa dengan Sang Ratu di serambi. Sang Ratu menceritakan mimpinya dan bertanya tentang arti mimpi tersebut.
  18. Karena Raja Suddhodana tidak dapat menerangkan arti mimpi Sang Ratu, maka beliau minta pendapat dari seorang brahmana yang bernama Asita. Asita menerangkan bahwa Ratu akan hamil dan akan melahirkan seorang bayi laki-laki. Putera ini mempunyai bakat menjadi seorang pemimpin dunia.
  19. Raja Suddhodana gembira sekali mendengar ramalan tersebut dan memberikan hadiah yang berlimpah-limpah kepada Asita dan para brahmana lainnya.
  20. Para dewa yang mendengar berita yang menggembirakan ini membangun tiga buah istana untuk Ratu Maya Dewi.
  21. Para dewa telah membuat Ratu Maya Dewi serempak terlihat di tiga alam.
  22. Sebelum bayi dilahirkan, Ratu telah melakukan hal-hal mujizat : beliau dapat menyembuhkan orang-orang sakit dan orang-orang yang cacat badannya.
  23. Raja Suddhodana memberikan hadiah-hadiah kepada orang-orang miskin.
  24. Raja Suddhodana memberikan khotbah di hadapan para wanita.
  25. Satu hal yang aneh terjadi sewaktu Raja sedang bermeditasi : seekor anak gajah masuk ke istana dan memberi hormat kepada Raja.
  26. Persiapan untuk mengunjungi taman Lumbini.
  27. Ratu dengan kereta menuju ke taman Lumbini. Setelah tiba, kereta berhenti dan Ratu dengan gembira berjalan-jalan di taman.
  28. Di taman Lumbini dengan berdiri berpegangan pada cabang pohon Sal, Ratu melahirkan seorang bayi laki-laki.
    Segera setelah dilahirkan, Sang Bayi dapat berjalan tujuh langkah dan di atas tiap tapak kaki muncul bunga teratai.
  29. Setelah Ratu meninggal dunia, Sang Pangeran diasuh oleh bibinya yang bernama Pajapati. Sang Pangeran diberi nama Siddharta.
  30. Pangeran Siddharta di pangkuan ibu tirinya.
Dari pintu Selatan sampai ke pintu Barat.
  1. Seorang Brahmana bernama Asita mengunjungi Pangeran Siddharta.
  2. Dewa-dewa dari alam Suddhavasa mengunjungi Pangeran Siddharta.
  3. Para penduduk yang kaya-kaya mempersembahkan hadiah-hadiah kepada Pangeran Siddharta.
  4. Pangeran Siddharta pergi ke vihara untuk mendapatkan pendidikan.
  5. Setibanya di vihara, gurunya pingsan melihat wajah Sang Pangeran yang demikian cemerlang.
  6. Sang Pangeran berhias dengan memakai berbagai macam permata.
  7. Para penduduk memberi hormat kepada Sang Pangeran.
  8. Pangeran Siddharta dan gurunya di ruang belajar.
  9. Pangeran Siddharta mengunjungi desa-desa untuk melihat sendiri penghidupan rakyatnya di desa.
  10. Pangeran Siddharta bermeditasi di bawah pohon jambu.
  11. Para sesepuh di istana Kapilavastu mendesak Pangeran Siddharta untuk menikah.
  12. Sang Pangeran minta para gadis dari Kapilavastu untuk datang ke istana. Pilihannya ternyata jatuh kepada Yasodhara. Untuk menghibur gadis-gadis lain yang kecewa, Sang Pangeran membagi-bagikan hadiah.
  13. Menurut kebiasaan pada zaman itu, sebelum upacara perkawinan dilaksanakan, terlebih dulu calon pengantin pria harus membuktikan kemampuannya secara fisik maupun mental. Oleh karena itu Sang Pangeran diharuskan mengambil bagian dalam satu sayembara.
  14. Devadatta, saudara sepupu dari Sang Pangeran, juga turut dalam sayembara tersebut. Ia harus berkelahi dengan seekor gajah yang besar. Gajah tersebut dibunuhnya dengan sekali pukul dan sekali tendang.
  15. Pada relief hanya terlihat roda kereta dan seorang prajurit.
    Pangeran Siddharta dengan duduk di kereta menyeret bangkai gajah itu dengan kaki kiri ke luar kota sejauh delapan yojana (1 yojana = 8 mil).
  16. Pangeran Siddharta dicoba kemurniannya dengan digoda wanita-wanita cantik.
  17. Tidak diketahui (mungkin relief sayembara menunggang kuda).
  18. Tidak diketahui (mungkin relief sayembara menggunakan pedang).
  19. Sayembara memanah batang pohon Tala. Hanya Pangeran Siddharta yang lulus dalam pertandingan ini; anak panahnya menembus batang pohon Tala dan menghilang di tanah.
  20. Pernikahan dari Pangeran Siddharta dengan Putri Yasodhara diberkahi.
  21. Puteri Yasodhara memasuki istana setelah menikah.
  22. Di istana, mempelai disambut dengan musik.
  23. Pangeran Siddharta mendapat petunjuk dari para dewa untuk meninggalkan istana.
  24. Untuk mencegah agar Pangeran Siddharta jangan meninggalkan istana, Raja Suddhodana memerintahkan untuk mendirikan istana-istana untuk Sang Pangeran dengan dilayani oleh wanita-wanita cantik.
  25. Pangeran Siddharta sedang dimanjakan oleh wanita-wanita.
  26. Pangeran Siddharta melihat seorang tua renta.
  27. Pangeran Siddharta melihat orang sakit keras.
  28. Pangeran Siddharta melihat orang mati.
  29. Pangeran Siddharta melihat seorang pertapa.
  30. Pangeran Siddharta mendapat impian buruk.
Dari pintu Barat sampai ke pintu Utara
  1. Pangeran Siddharta mohon diri dari ayahnya, Raja Suddhodana.
  2. Raja Suddhodana tidak memperkenankan Sang Pangeran pergi bertapa dan memerintahkan kepada wanita-wanita cantik untuk terus menghibur Sang Pangeran.
  3. Tengah malam wanita-wanita yang menghibur Pangeran Siddharta telah tertidur. Lalu Pangeran Siddharta yang merasa jemu sekali, membulatkan tekad untuk meninggalkan istana.
  4. Pangeran Siddharta memanggil kusirnya yang bernama Channa dan memerintahkan untuk menyiapkan kudanya, Kanthaka.
  5. Pangeran Siddharta melakukan perjalanan jauh untuk mulai bertapa.
  6. Sampai di tempat tujuannya, Pangeran Siddharta mengucapkan selamat berpisah kepada para dewa yang mengiringinya.
  7. Pangeran Siddharta memotong rambutnya.
  8. Pangeran Siddharta menukar pakaiannya dengan jubah seorang pertapa.
  9. Para dewa memberi hormat kepada Pangeran Siddharta.
  10. Pangeran Siddharta tiba di pertapaan Padmapani.
  11. Pangeran Siddharta berkunjung ke tempat seorang pertapa bernama Uddaka Ramaputra.
  12. Pangeran Siddharta berkunjung ke tempat seorang pertapa lain yang bernama Alara Kalama.
  13. Pangeran Siddharta berkunjung ke tempat Raja Bimbisara di Rajagaha.
  14. Raja Bimbisara berkunjung ke tempat Pangeran Siddharta.
  15. Pangeran Siddharta berkunjung ke Gunung Gaya dan bertemu dengan para pertapa dari tempat tersebut.
  16. Para pertapa tersebut di atas berkunjung kepada Pangeran Siddharta.
  17. Pangeran Siddharta berbincang-bincang dengan para pertapa tentang persoalan “Pañña” (Kebijaksanaan). Karena berselisih pendapat, para pertapa meninggalkan Pangeran Siddharta.
  18. lbunda Pangeran Siddharta, yaitu Ratu Maya Dewi almarhumah, turun ke dunia dari sorga untuk membujuk anaknya mengakhiri penyiksaan diri dan makan minum seperti biasa lagi agar dapat memulihkan kembali kekuatan tubuhnya.
  19. Para dewa mendesak Pangeran Siddharta untuk kembali makan dan minum.
  20. Pangeran Siddharta mengajar para dewa.
  21. Seorang wanita bernama Sujata mempersembahkan bubur kepada Pangeran Siddharta.
  22. Pangeran Siddharta mempersiapkan diri untuk mandi.
  23. Pangeran Siddharta menukar pakaian.
  24. Para wanita dari Uruvela mempersembahkan makanan kepada Pangeran Siddharta.
  25. Pangeran Siddharta pergi ke tepi sungai Nairanjara dengan membawa jubahnya yang sudah bekas pakai.
  26. Pangeran Siddharta membuang jubahnya ke sungai.
  27. Jubah tersebut diterima oleh Raja Naga Mucilinda.
  28. Pangeran Siddharta menerima makanan dari Mucilinda.
  29. Pangeran Siddharta memberi berkah kepada Mucilinda.
  30. Pangeran Siddharta minta diberi rumput yang empuk untuk duduk.
Dari pintu Utara sampai pintu Timur
  1. Pangeran Siddharta dalam perjalanan ke Buddha Gaya.
  2. Pohon Bodhi diberi penghiasan.
  3. Pangeran Siddharta bermeditasi di bawah pohon Bodhi.
  4. Mara, iblis yang jahat, datang mengganggu Pangeran Siddharta dan mengancam untuk membunuhnya.
  5. Mara mengirim anak-anaknya berupa wanita-wanita yang cantik sekali untuk menggoda Pangeran Siddharta.
  6. Mara mencoba membujuk Pangeran Siddharta dengan membisikkan godaan di telinganya.
  7. Godaan-godaan oleh Mara dengan memakai kekuatan gaib dan wanita-wanita cantik. Sang Pangeran duduk dengan sikap Bhumisparsa-Mudra.
    (simbol dari tekad yang bulat).
  8. Para dewa membasuh Pangeran Siddharta dengan air suci.
  9. Pangeran Siddharta berhasil mencapai Penerangan Agung; Mara tidak berhasil menggagalkan usaha Pangeran Siddharta. Sekarang Pangeran Siddharta menjadi Buddha (Beliau memakai sikap Abaya-Mudra = Jangan Takut).
  10. Buddha Gautama mendapat tempat duduk di taman Rusa.
  11. Raja Naga Mucilinda menjumpai Buddha Gautama.
  12. Para pertapa dari Bodhi-manda minta diberi berkah oleh Buddha Gautama.
  13. Buddha Gautama mengajar cara melakukan Samadhi (Beliau memakai Dhyana-Mudra = Sedang Bermeditasi).
  14. Para raja mempersembahkan makanan kepada Buddha Gautama dan mereka diberi pelajaran tentang “Bermurah hati”. (Beliau memakai Vara-Mudra = Memberi Anugerah).
  15. Buddha Gautama sedang memberi pelajaran Dhamma.
  16. Buddha Gautama berkunjung ke kota Savatthi untuk mengajar Dhamma.
  17. Buddha Gautama berkunjung ke Uruvela untuk mengajar Dhamma.
  18. Buddha Gautama berkunjung ke bekas guru-Nya Uddaka Ramaputra.
  19. Buddha Gautama berkunjung ke Raja Bimbisara di Rajagaha.
  20. Buddha Gautama berkunjung ke para pertapa.
  21. Buddha Gautama bertemu dengan para dewa.
  22. Buddha Gautama mengunjungi sebuah kota dan dijamu makan.
  23. Buddha Gautama berkunjung ke bekas guru-Nya Alara Kalama.
  24. Buddha Gautama berkunjung ke kota Maghada dan disambut dengan upacara yang meriah.
  25. Dalam perjalanan ke Benares, Buddha Gautama menyeberangi sungai Gangga dengan terbang di atas air.
    (Tukang perahu penyeberang tidak mau menyeberangkan Buddha Gautama tanpa pembayaran lebih dulu. Sebelum tukang perahu mengetahui apa yang terjadi, Buddha Gautama sudah ada di seberang sungai).
  26. Buddha Gautama sedang dijamu.
  27. Di sebuah bukit bernama Gaya, Buddha Gautama berjumpa kembali dengan para pertapa yang dulu telah meninggalkannya. Sekarang mereka menjadi murid Buddha Gautama.
  28. Buddha Gautama diberi hormat oleh para pertapa lain.
  29. Buddha Gautama diperciki air suci oleh para dewa.


 Sumber: http://bumisegoro.wordpress.com/2007/10/19/asal-usul-nama-borobudur/

0 Comments:

Post a Comment



By :
Free Blog Templates